Suatu Saat Kau akan Menjadi Adik Seperti yang Dulu
Masih
teringat dalam ingatan masa-masa saat berangkat ngaji dengan adik tercinta.
Pergi sore hari dan pulang menjelang magrib. Setiap harinya setelah pulang
sekolah selalu kami jalani bersama. Makan opak yang diolesi saos dan main
ayunan adalah pemanasan sebelum kegiatan mengaji dimulai. Menyusuri lorong
kecil sering kami tempuh untuk memotong jarak perjalanan agar lebih cepat
sampai. Bahkan lompat dari tembok pagar kebun orang pernah saya lakukan jika berangkatnya
sudah kesorean.
Setelah
12 tahun berlalu, kini adik saya sudah tumbuh dewasa. Dewasa secara fisik namun
belum secara mental. Sebagai anak terakhir, sang adik selalu dimanja. Ibu
terlalu cinta dengan anak terakhirnya. Dimana akibatnya baru terlihat sekarang.
Watak yang sulit diatur, emosi yang meledak-ledak ketika marah, keras seperti
bapak, cengeng seperti Ibu. Semua tingkah lakunya seperti bumerang untuk
keluarga kami.
Permasalahan
semakin menjadi-jadi semenjak dia masuk SMK, sampai sekarang. Satu tahun
terakhir, dia mencoreng nama baik keluarga dengan kelakuannya yang berpacaran
dengan anak yang tidak jelas dan buruk akhlaknya. Buah dari perbuatannya selalu
menimbulkan masalah untuk keluarga. Kehidupan di rumah menjadi tidak tenang,
saudara kandung yang lain terkuras waktunya untuk menyelesaikan semua
masalahnya. Sampai saya menganggap rumah tidak lagi menjadi istana. Setelah selesai
satu masalah, maka tak berapa lama kemudian masalah baru muncul kembali. Tapi aktor
utamanya tetap sang adik.
Saya selalu berdoa agar diberikan jalan keluar terbaik
untuk adik dan keluarga. Jika ini adalah cobaan yang diberikan oleh Allah untuk
kami menjadi kuat dan sadar dalam mendidik keturunan ke depannya. Selalu ada hikmah
untuk dipetik dari pelajaran yang berharga.
Dan kini, ketika ada seseorang yang umurnya sepantaran
dengan adik saya, terlebih jika orang itu adalah laki-laki, tangan ini selalu
ingin memegang kepala dan memeluknya. Tidak semua orang saya perlakukan seperti
itu. Hanya orang tertentu yang bisa mengingatkan dengan sosok adik saya saja. Seketika
itu, masa-masa indah sebagai adik-kakak yang terpaut jarak usia 3 tahun sepeti terjadi
kembali. Setiap canda, omelan, dan kekesalan seperti nyata di depan mata. Kerinduan
itu pasti ada, walau saya masih bersikap dingin dengan sang adik.
Komentar
Posting Komentar