Jumlah Rakaat Sholat Tarawih yang Berbeda,Tak Seharusnya Merusak Ukhuwah
Diposting Oleh Supriadi, 19 Juli 2013
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2007/09/13/252/berapa-jumlah-rakaat-shalat-tarawih/#ixzz2YtZdAXJX
Rasulullah saw menganjurkan kepada kita untuk menghidupkan malam Ramadhan
dengan memperbanyak sholat. Abu Hurairah r.a. menceritakan bahwa Nabi saw. sangat mengajurkan qiyam ramadhan dengan tidak mewajibkannya. Kemudian Nabi
saw. bersabda, “Siapa yang mendirikan shalat di malam Ramadhan dengan penuh
keimanan dan harapan, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lampau.”
(muttafaq alaih).
Dan fakta sejarah memberi bukti, sejak zaman Rasulullah saw. hingga kini,
umat Islam secara turun temurun mengamalkan anjuran Rasulullah ini.
Alhamdulillah. Tapi sayang, dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan di beberapa
hal yang kadang mengganggu ikatan ukhuwah di kalangan umat. Seharusnya itu tak
boleh terjadi jika umat tahu sejarah disyariatkannya shalat tarawih.
Pada awalnya shalat tarawih dilaksanakan Nabi saw. dengan sebagian sahabat
secara berjamaah di Masjid Nabawi. Namun setelah berjalan tiga malam, Nabi
membiarkan para sahabat melakukan tarawih secara sendiri-sendiri. Hingga
dikemudian hari, ketika menjadi Khalifah, Umar bin Khattab menyaksikan adanya
fenomena shalat tarawih terpencar-pencar di dalam Masjid Nabawi. Terbersit di
benak Umar untuk menyatukannya.Umar memerintahkan Ubay bin Kaab untuk memimpin
para sahabat melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah. ‘Aisyah menceritakan
kisah ini seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Untuk selengkapnya
silahkan lihat Al-Lu’lu War Marjan: 436. berdasarkan riwayat itulah
kemudian para ulama sepakat menetapkan bahwa shalat tarawih secara berjamaah
adalah sunnah.
Bahkan, para wanita pun dibolehkan ikut berjamaah di masjid, padahal
biasanya mereka dianjurkan untuk melaksanakan shalat wajib di rumah
masing-masing. Tentu saja ada syarat: harus memperhatikan etika ketika di luar
rumah. Yang pasti, jika tidak ke masjid ia tidak berkesempatan atau tidak
melaksanakan shalat tarawih berjamaah, maka kepergiannya ke masjid tentu akan
memperoleh kebaikan yang banyak.
Jumlah Rakaat
Berapa rakaat shalat tarawih para sahabat yang diimami oleh Ubay bin Kaab?
Hadits tentang kisah itu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari tidak menjelaskan
hal ini. Begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah. Hanya menyebut
Rasulullah saw. shalat tarawih berjamaah bersama para sahabat selama tiga
malam. Berapa rakaatnya, tidak dijelaskan. Hanya ditegaskan bahwa tidak ada
perbedaan jumlah rakaat shalat malam yang dilakukan Rasulullah di bulan
Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Jadi, hadits ini konteksnya lebih kepada shalat
malam secara umum. Maka tak heran jika para ulama menjadikan hadits ini sebagai
dalil untuk shalat malam secara umum. Misalnya, Iman Bukhari memasukkan hadits
ini ke dalam Bab Shalat Tahajjud. Iman Malik di Bab Shalat Witir Nabi saw.
(Lihat Fathul Bari 4/250 dan Muwattha’ 141).
Inilah yang kemudian memunculkan perbedaan jumlah rakaat. Ada yang menyebut
11, 13, 21, 23, 36, bahkan 39. Ada yang berpegang pada hadits ‘Aisyah dalam
Fathul Bari, “Nabi tidak pernah melakukan shalat malam lebih dari 11 rakaat
baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan.”
Sebagian berpegang pada riwayat bahwa Umar bin Khattab –seperti yang
tertera di Muwattha’ Imam Malik—menyuruh Ubay bin Kaab dan
Tamim Ad-Dari untuk melaksanakan shalat tarawih 11 rakaat dengan rakaat-rakaat
yang panjang. Namun dalam riwayat Yazid bin Ar-Rumman dikabarkan jumlah rakaat
shalat tarawih yang dilaksanakan di zaman Umar adalah 23 rakaat.
Dalam kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, Imam
At-Tirmidzi menyatakan bahwa Umar, Ali, dan sahabat lainnya melaksanakan shalat
tarawih 20 rakaat selain witir. Pendapat ini didukung Imam At-Tsauri, Imam Ibnu
Mubarak, dan Imam Asy-Syafi’i.
Di Fathul Bari ditulis bahwa di masa Umar bin Abdul Aziz,
kaum muslimin shalat tarawih hingga 36 rakaat ditambah witir 3 rakaat. Imam
Malik berkata bahwa hal itu telah lama dilaksanakan. Masih di Fathul
Bari, Imam Syafi’i dalam riwayat Az-Za’farani mengatakan bahwa ia sempat
menyaksikan umat Islam melaksanakan shalat tarawih di Madinah dengan 39 rakaat
dan di Makkah 33 rakaat. Menurut Imam Syafi’i, jumlah rakaat shalat tarawih
memang memiliki kelonggaran.
Dari keterangan di atas, jelas akar persoalan shalat tarawih bukan pada
jumlah rakaat. Tapi, pada kualitas rakaat yang akan dikerjakan. Ibnu Hajar
berkata, “Perbedaan yang terjadi dalam jumlah rakaat tarawih mucul dikarenakan
panjang dan pendeknya rakaat yang didirikan. Jika dalam mendirikannya dengan
rakaat-rakaat yang panjang, maka berakibat pada sedikitnya jumlah rakaat; dan
demikian sebaliknya.”
Imam Syafi’i berkata, “Jika shalatnya panjang dan jumlah rakaatnya sedikit
itu baik menurutku. Dan jika shalatnya pendek, jumlah rakaatnya banyak itu juga
baik menurutku, sekalipun aku lebih senang pada yang pertama.” Selanjutnya
beliau mengatakan bahwa orang yang menjalankan tarawih 8 rakaat dengan 3 witir
dia telah mencontoh Rasulullah, sedangkan yang menjalankan tarawih 23 rakaat
mereka telah mencontoh Umar, generasi sahabat dan tabi’in. Bahkan, menurut Imam
Malik, hal itu telah berjala lebih dari ratusan tahun.
Menurut Imam Ahmad, tidak ada pembatasan yang signifikan dalam jumlah
rakaat tarawih, melainkan tergantung panjang dan pendeknya rakaat yang
didirikan. Imam Az-Zarqani mengkutip pendapat Ibnu Hibban bahwa tarawih pada
mulanya 11 rakaat dengan rakaat yang sangat panjang, kemudian bergeser menjadi
20 rakaat tanpa witir setelah melihat adanya fenomena keberatan umat dalam
melaksanakannya. Bahkan kemudian dengan alasan yang sama bergeser menjadi 36
rakaat tanpa witir (lihat Hasyiyah Fiqh Sunnah: 1/195)
Jadi, tidak ada alasan sebenarnya bagi kita untuk memperselisihkan jumlah
rakaat. Semua sudah selesai sejak zaman sahabat. Apalagi perpecahan adalah
tercela dan persatuan umat wajib dibina. Isu besar dalam pelaksanaan shalat
tarawih adalah kualitas shalatnya. Apakah benar-benar kita bisa memanfaatkan
shalat tarawih menjadi media yang menghubungkan kita dengan Allah hingga ke
derajat ihsan?
Cara Melaksanakan Tarawih
Hadits Bukhari yang diriwayatkan Aisyah menjelaskan cara Rasulullah saw.
melaksanakan shalat malam adalah dengan tiga salam. Jadi, dimulai dengan 4
rakaat yang sangat panjang lalu ditambah 4 rakaat yang panjang lagi kemudian
disusul 3 rakaat sebagai witir (penutup).
Boleh juga dilakukan dengan dua rakaat dua rakaat dan ditutup satu rakaat.
Ini berdasarkan cerita Ibnu Umar bahwa ada sahabat bertanya kepada Rasulullah
saw. tentang cara Rasulullah saw. mendirikan shalat malam. Rasulullah saw.
menjawab, “Shalat malam didirikan dua rakaat dua rakaat, jika ia khawatir akan
tibanya waktu subuh maka hendaknya menutup dengan satu rakaat (muttafaq alaih,
lihat Al-Lu’lu War Marjan: 432). Rasulullah saw. sendiri juga
melakukan cara ini (lihat Syarh Shahih Muslim 6/46-47 dan Muwattha’:
143-144). Dari data-data di atas, Ibnu Hajar menyimpulkan bahwa Rasulullah saw.
kadang melakukan witir dengan satu rakaat dan kadang tiga rakaat.
Jadi, sangat
tidak pantas jika perbedaan jumlah rakaat shalat tarawih menjadi isu yang
pemecah persatuan umat.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2007/09/13/252/berapa-jumlah-rakaat-shalat-tarawih/#ixzz2YtZdAXJX
Komentar
Posting Komentar