Kebersamaan dalam Bakti Sosial (episode 1)
Diposting Oleh Supriadi, 26 Juni 2013
Di
sabtu pagi, sinar matahari telah memecah kegelapan dan mengawal berbagai
aktivitas dengan kecerian. Dengan mata yang sayup-sayup, saya paksakan hari ini
untuk menghadiri bakti sosial bersama teman-teman. Sejak awal tak ada niat
memastikan diri untuk bergabung di acara tersebut. Namun karena sebuah janji
yang terlanjur terucap ketika berbincang ringan dengan seorang teman, sebut
saja Rian. Dan adik ini telah memancing untuk saya hadir dan membuat janji,
maka tak ada jalan untuk menolak ataupun membatalkannya.
Padahal
mata ini baru dipejamkan beberapa jam saja, selepas berkumpul dan diskusi
dengan laskar Al-kahfi di malam harinya hingga pukul 10.00 WIB. Bahkan subuh
pun saya kerjakan sejam setelah azan berkumandang. Sesuatu cerminan buruk
seorang muslim dimana saya sedang istiqomah agar subuh tepat pada waktunya.
Ternyata pulang malam dan tidur hingga larut malam sangat berdampak buruk untuk
kehidupan kecuali jika perkumpulan itu penting dan bermanfaat.
Ketika melihat handphone, ternyata sms sudah memenuhi
inbox. Bukan hanya sms dari operator Im3, dari whatsapp, facebook pun ada.
Semua isi pesannya berbunyi,”sudah dimana bang?” dan berasal dari orang yang
sama pula. Saat itu jam sudah menunjukan pukul 07.30 WIB. Pulsa sudah kritis
yang masih tersisa hanya pulsa sosial media, oleh karena itu tak banyak sms
yang saya balas selain menjawab pesan tersebut dengan nada standar,” Tunggu 15
menit, lagi beres-beres”. Ternyata 45 menit sudah berlalu tapi saya masih ada
di jalan, dan ketika cek hp pesan nya sudah menunjukan nada kecewa,” sudah
bosen neh nunggunya”.
Tak lama kemudian saya bertemu dengan Rian. Maka tak ada
basa-basi lagi, kami langsung meluncur ke lokasi acara yaitu di Yayasan ISCF,
Jalan Juanda, Depok. Di tengah jalan saya menjelaskan bahwa keterlambatan itu
disebabkan ada kecelakaan pengendara motor dan juga sempat ngobrol beberapa
menit dengan saudara saya”Darmawan” ketika berpapasan di perjalanan. Saya pun
seperti raja karena tinggal duduk manis di belakang melihat pemandangan
sekitar. Kenapa? Karena saya sudah sepakat bahwa pergi ke lokasi dengan satu
motor saja dan saya maunya dibonceng.
Setiba di lokasi ternyata keadaannya sudah ramai dengan
orang-orang yang berkostum kuning. Seperti rombongan pendukung partai yang
identik dengan pohon beringin dan warna kuningnya. Tetapi orang-orang itu
adalah panitia dari komunitas salibis yang mengadakan baksos. Sungguh persiapan
yang begitu sempurna dan rapi jika melihat apa yang mereka lakukan. Koordinasi
pun dilakukan antara pengurus ISCF dan panitia baksos. Mereka meminta bantuan
untuk diantarkan ke rumah-rumah warga. Yang bertujuan memberitahu bahwa klinik
kesehatan sudah dimulai dan berakhir sampai pukul 14.00 WIB. Istilah kerennya “blusukan
ala Jokowi” yaitu turun langsung ke rumah warga dan melihat keadaan sebenarnya.
Tak banyak aktivitas yang dapat saya lakukan selain
berdiri dan melihat riuhnya warga mengantri. Kegiatan seperti pengobatan gratis
dan pembagian baju masih layak pakai merupakan sesuatu yang memang dibutuhkan
untuk mereka yang tidak mampu. Selain itu, di tempat berbeda terdapat pula
hiburan untuk anak-anak seperti permainan dan pembagian hadiah. Ini merupakan langkah cerdas yang dilakukan
panitia untuk mengalihkan perhatian anak-anak kecil agar tidak menggangu jalannya
pengobatan gratis. Seperti yang diketahui, jika ada acara maka anak-anak kecillah
yang selalu membuat gaduh, repot yang mondar-mandir ke sana – kesini. Bukan hanya
itu terkadang mereka teriak-teriak dan berkelahi ibarat memperebutkan layangan
yang putus.
Sendiri itu memang tidak menyenangkan, ketika itu ada
seseorang dari panitia datang mengampiri untuk mengajak mengobrol. Dari
penampilan luar lebih terlihat dia sudah berkeluarga. Dia pun mengenalkan diri,”nama
saya Wisnu” itu yang terucap dari mulutnya. Dalam perbincangan, kita banyak
membahas kegiatan yang penting sampai hal-hal kecil yang tidak penting pun juga
bahas. Ada salah satu topik yang lucu ketika dia menanyakan asal daerah saya. Dia
berkata, “Mas orang jawa yah namanya saja Supriadi?”. Sentak saya menjawab
dengan nada menolak pernyataan beliau, “ oh bukan pak, saya asli Jakarta, asli
betawi”. Karena orang tua saya dulu ngefans sama orang jawa jadi saya yang jadi
korban. Dengan sedikit tertawa pelan dia menambahkan mas ini Supriadi yang pahlawan
dari Blitar itu bukan ya?.
Waktu zuhur sudah tiba, maka dengan suara lantang adik angkatan saya yang bernama Egi mengumandang azan. Sebelumnya dia telah memutar arah toa
ke hadapan orang-orang agar panitia salibis bisa mendengarnya. Namun jika itu
tujuannya terus hubungan apa jika mereka sudah mendengar. Apakah mereka akan
masuk islam?. Itu hanya suara hati saya, memang saya akui tujuan dari hal itu
agar mereka berhenti sejenak dan mempersilakan umat islam melaksanakan
ibadahnya. Terlebih jika ada salah satu dari mereka yang bisa masuk islam
akibat mendengar azan. Subhanallah.
Selepas sholat, tak ada aktivitas lain selain berkeliling
ke rumah warga lagi agar dengan segera datang ke tempat acara. Dari sekian
banyak yang kita datangi ternyata mereka sudah berobat semua. Sampai ada
seseorang dari teman saya mengatakan jika ada yang gatal-gatal dibawa saja ke
klinik gratis nanti akan diobati. Dalam hati saya, ini orang maksa sekali jika cuma gatal saja di kasih
balsem juga sembuh. Tidak perlu di cek tensi darah, orang juga tahu kalau
gatal obatnya digaruk. Terkadang teman saya ini ide-idenya gila lebih gila dari
dirinya sendiri. Sebut saja teman saya itu adalah Darmawan, Pimpinan ISCF.
Sebenarnya panitia sungguh kebanjiran orang, di saat yang
lain kerja ada saja sebagian yang lain berduduk riang gembira di bawah pohon.
Termasuk saya sendiri dan kawan-kawan. Di dekat kandang kambing kami diskusi
dan tertawa. Bukan karena tidak mau bekerja memang tidak ada pekerjaan lain
selain duduk yang bisa dikerjakan. Banyak salah
sedikit pun salah. Kesimpulannya anggota panitia itu harus sedang-sedang
saja.
Acara sudah hampir selesai. Sebagai tanda terima kasih
dari pasukan salibis, mereka ingin mendokumentasikan kebersamaan dengan
pengurus ISCF dan warga. Dalam sebuah kamera, pernyataan kita direkam dan
diabadikan dalam sebuah jepretan foto. Namun ada sesuatu yang tidak sejalan
dengan nilai-nilai islam jargon mereka yang diteriakan nadanya agak sumbang dan
tidak enak di dengar. Setelah selesai, ada lima orang yang sempat mencuri
kesempatan berfoto ria di kebun kacang. Salah satunya saya sendiri, tidak ada alasan
penting yang melandasinya tetapi ini
hanya sekedar karya seni terhadap pemandangan alam sekitar. Bilang saja ingin
eksis dan narsis.
Kebersamaan dengan pengurus ISCF terus berlangsung sampai
sore bahkan malam. Kegiatan itu meliputi syuro atau musyawarah dan penyortiran
baju-baju yang akan dibagikan ke warga. Sungguh indah kebersamaan ini jika
terus terjalin sampai tua. Kita mengenal pribadi seseorang dan merasakan
kedekatan yang tidak biasa. Adanya chemistry dan rasa peduli diantara anggota
yang satu dengan yang lain.
-To Be Continued-
Komentar
Posting Komentar