My Brother



Bismillahi wal hamdulillah..

Setiap manusia selalu punya rencana namun keputusan Allah adalah yang terbaik. Terlahir dengan keadaan abnormal, saudaraku ini terus beranjak dewasa dan kini usianya telah 27 tahun. Sejak lahir sampai sekarang ia tetap dalam penjagaan ibuku. Karena ia tak mampu untuk berbicara, dan melakukan segala sesuatu dengan sendirian. Untuk makan harus disiapkan, untuk mandi (BAB maupun BAK) tetap ibuku yang selalu mengurusnya. 

Saudaraku terlahir sebagai seorang autis yang tak mampu berkomunikasi dengan orang lain. Ia hanya bisa berteriak sebagai tanda ia lapar. Pernah setiap malam ia berteriak-teriak tak karuan karena ingin makan. Pasti teriakannya terdengar oleh tetangga sekitar. Bagi mereka yang mengenal keluargaku mengangapnya hal yang wajar namun bagi mereka yang baru mungkin teriakan itu adalah keanehan dan sangat mengganggu. 

Dari 8 anak bersaudara hanya ia yang terus menerus menjadi rawatan ibuku. Hari demi hari, tahun demi tahun ia tetap menjadi tanggungan bahkan titipan Tuhan yang harus diurus dan dijaga. Bukan tanpa sebab ia terlahir seperti itu, bukan inginnya ia dilahirkan dengan keadaaan yang berbeda dari manusia normal lainnya. Ia lahir karena suatu sebab ibuku yang mengkonsumsi berbagai obat saat mengandung. Dengan tujuan menggugurkannya atau dengan kata lain ibuku  tak mengingkannya terlahir ke dunia.

Kesalahan itu berakibat fatal, asupan obat yang tak sesuai takaran agar janin itu tak bernyawa membuatnya lahir dengan keterbatasan. Ia yang tak dinginkan ada di dunia kini hadir dikeluargaku sebagai tanda dari sang pencipta akan kekuasaaNya. Penyesalan itu tak perlu menjadi topik yang harus diungkit kembali. Orang tuaku memang salah melakukan hal tersebut, dan kini harus menerima dengan sabar dan menjalaninya.. 

Sedih saat melihat ibuku begitu lelah mengurusnya. Sampai keluar ucapan, “Mengapa Allah berikan ujian seperti ini, mengapa Kau terus panjangkan usianya ?”. Setiap hari memberinya makan, memandikannya hingga untuk keluar rumahpun sekedar mengikuti pengajian, ibuku sudah tak ada waktu.

Ada kejadian yang membuat seisi rumah marah, salah satunya saat saudaraku ini BAB (Buang Air Besar) ditempat ia tidur. Air kencing dan kotorannya berserakan di lantai. Untuk membersihkan bukan hal mudah, dan begitu melelahkan. Itu ku rasakan saat membantu membersihkannya. Terkadang kemarahanku begitu memuncak hingga tamparan melayang di badannya. Ibuku tak sanggup untuk menampar ataupun mencubit. Jika ku libur kerja ataupun terjaga di waktu malam, maka sebisa mungkin membantu. Ada orang lain yang selalu membantu mengurusnya yaitu abangku tapi keberadaannya tidak setiap waktu ada.
Ibuku hanya bisa menangis, karena kejadian itu bukan sekali dua kali tapi terus berlangsung sampai sekarang. Memang tak setiap hari, jika saudaraku sudah terasa ingin BAB ia akan berlari kebelakang (WC) lalu BAB disana. Maka untuk memandikannya tetap ibuku yang mengurusnya. 

Pernah ku berpikir apakah akan selamanya terus seperti ini, ibuku sudah mulai menua, akupun tak sering berada di rumah. Abangku pasti akan berkeluarga. Kepada siapa lagi nantinya dititipkan jika umur ini tak panjang. 

Sekarang aku hanya bisa menyakinkan bahwa ini adalah ladang pahala yang Allah berikan untuk ibu dan juga keluargaku. Saudaraku memang lemah tapi ku yakin ia begitu kuat saat di akhirat sana, saat semua perlakuan di dunia mendapat balasannya. Bukankah rencana sang Pencipta selalu indah untuk setiap makhluknya. (Jamaludin’90)

Keberadaanmu terkadang disembunyikan dari keramaian orang
Identitasmu terkadang sayup-sayup untuk selalu diceritakan
Perlakuan yang kasar, kau terima tanpa melawan
Mungkin dalam hati kecilnya berkata, “Apa aku menjadi aib yang harus ditutupi ?”

Komentar

Postingan Populer