Perhitungan Pajak Penghasilan (Upah Harian)

Kali ini saya ingin membahas hitungan pajak bagi orang yang penghasilannya dibayar harian. Langsung ke contohnya aja, PT Selalu Beruntung membayar 2 orang pekerja (1 tukang, 1 kenek) untuk membangun sebuah lahan parkiran, Upah dibayar Rp. 250.000/ hari untuk tukang dan 150.000/hari untuk kenek. Pengerjaan selesai dalam 20 hari. Hitunglah PPh pasal 21 yg harus dipotong.


Saya bukanlah orang yang mengerti dunia pajak, namun sebagai manusia kita juga harus melek pajak. Untuk yang berposisi akuntan mungkin tidak akan memikirkan ujung dari aturan perpajakan penghasilan, mereka hanya bertugas untuk menghitung. Namun bayangkan untuk mereka yang sebagai pelaku usaha (bisnisman) dan bagi mereka yang menerima penghasilan terlebih mereka yang bekerja sebagai buruh bangunan.

Dari contoh diatas, jika kita taat hukum maka aturan tersebut seharusnya dilaksanakan, apalagi jika kita sudah ditetapkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak) maka berkewajiban untuk memungut, memotong dan menyetorkan pajak. Coba kita perhatikan analisa diatas, kita (pengusaha) membayar total penghasilan Rp. 5.000.0000 ( untuk 1 tukang) dipotong pajak Rp. 182.500. Jadi buruh bangunan tersebut hanya menerima Rp. 4.817.500. Dan juga untuk kenek seharusnya ia menerima Rp. 3.000.000 namun kena pajak Rp. 82.500 sehingga bersihnya Rp. 2.917.500. Bagi kita yang mempunyai hati, sepertinya tidak tega untuk memotong penghasilan harian mereka. Sudah bekerja berat, tidak ada asuransi, dan statusnya pekerja lepas, dikurangi pula upahnya. Memang di dunia perpajakan ada istilah dimana pajak yang dibayarkan, manfaatnya tidak secara langsung diterima oleh pembayar pajak. Namun bila melihat realita, banyak penyelewangan dan pemborosan penggunaan APBD. Membuat kita mikir kembali, untuk apa membayar pajak jika hanya disalahgunakan dan membayar para PNS yang tidak produktif. Lebih baik dikembalikan langsung kepada penerima penghasilan agar manfaatnya tepat guna.

Jumlah pajak penghasilan diatas tidak seberapa, tapi jumlah tersebut amat berguna untuk mereka yang hidupnya pas-pasan. Mengapa pajak begitu mengatur orang-orang kecil, apakah sudah tidak ada lagi cara untuk pemerintah mencari sumber anggaran dana selain mengatur pajak para buruh.

Coba lihat perhitungan diatas, untuk kenek awalnya tidak dikenai pajak karena penghasilan per harinya dibawah Rp. 200.000 namun setelah dihitung secara akumulatif maka langsung dipotong. Dan lebih parahnya setelah mencapai titik akumulatif upah hariannya secara otomatis dikenakan pajak. Ini sungguh membingungkan, perhitungannya terlalu “ribet”, kenapa tidak dikenakan saja secara bruto (DPP, 50% Penghasilan bruto) dikali tarif pasal 17. (lihat hitungan dibawah)

Kesimpulanya, pajak yang dipotong lebih kecil dan perhitunganpun tidak susah. Hitungan itu hanya saran dari diri pribadi yang belajar Brevet Pajak A-B dan baru “engeh” bahwa aturan itu sungguh memberatkan kalangan orang kecil. Namun, semua aturan pajak  adalah buatan manusia, ada saja sisi tidak sempurnanya, yang bisa diakali dan disalahgunakan. Hhe... 

Komentar

Postingan Populer