Sampai kapanpun kalian adalah saudara terbaik

Lingkungan baru menghasilkan teman baru, dari teman baru maka akan  memberikan pengaruh yang berbeda. Entah pengaruh itu membuat kita menjadi lebih baik atau sebaliknya.

Masih teringat dalam ingatan, ketika Ramadhan tahun 2013 kemarin. Hari pertama saya lalui dengan teman kampus dengan bermodalkan nasi goreng. Itu sudah cukup untuk memulai sahur pertama di dalam bulan puasa. Dan diakhir ramadhan tepatnya malam terakhir, ia pun ikut dalam itikaf di masjid UI. Dan lauk penutup sahurnya pun sama yaitu nasi goreng. Dan teman itu tak lain adalah Ibnu Bukhori.

Masih teringat dalam ingatan, ketika di siang hari bulan ramadhan. Saat saya memutuskan untuk menjadi pengusaha, pergi ke kota, jembatan lima, pasar esemka untuk mencari peralatan usaha. Dengan teman yang berjiwa besar, pergi ke sana ke mari, membawa barang-barang yang beratnya begitu terasa. Ditangan kanan memegang gelas aqua, di tangan kiri ada mesin pres yang berat sungguh luar biasa. Sedangkan teman saya sudah tak bisa menjaga keseimbangnya karena box es yang besar itu sering menghalangi pandangan untuk melihat jalan. Hari jumat yang begitu cerah tak bisa membohongi kami yang sudah haus. Namun iman yang begitu kuat tak mungkin bisa dikalahkan oleh nafsu. Untuk hari selanjutnya tak jauh berbeda kami tetap pergi bersama untuk mengurusi pembuatan logo. Dan teman itu tak lain adalah Darmawan Hariyanto.

Masih teringat dalam ingatan, ketika seorang teman terluka karena wanita. Disetiap sujud dan doanya tak bisa ia lalui tanpa air mata. Di ramadhan, Allah menamparnya dengan momen yang luar biasa. Momen yang menjadi sebuah pelajaran berharga dalam hidupnya. Di 10 malam terakhir saya dan dia pun memutuskan untuk itikaf di masjid BI. Dimana saya berangkat dengan dua perempuan muslimah dan salah satunya adalah seseorang yang telah meluluhlantahkan perasaan teman saya hingga butuh waktu yang cukup lama untuk mengobatinya. Seperempat malam terakhir sungguh mengesankan, sungguh menggetarkan hati. Kami lalui dengan perasaan plong dan bahagia. Dan teman itu tak lain adalah Nurul Iman.

Masih teringat dalam ingatan, ketika saya tak tau lagi kemana harus berbuka, maka satu-satunya tempat yang bisa disinggahi adalah kosan teman. Sering saya dan yang lain membuat repot tuan rumah. Hingga ia harus repot menyiap hidangan pembuka. Jika keuangan sedang seret tempat favorit yang kita tuju untuk berbuka adalah masjid UP tercinta. Suatu malam kami memutuskan pergi ke Sukabumi untuk mengambil furniture berupa kusen pintu dan meja. Perjalanan kami lalui dari tengah malam hingga menjelang subuh, dengan mobil carry bak terbuka. Selama perjalanan hati ini tak tenang melihat gaya sang sopir yang membawa mobilnya. Hingga akhirnya kecemasan itu ditutup dengan sebuah insiden menyerempet mobil angkot.  Dia yang duduk disamping saya hanya bisa beristigfar atas semua peristiwa yang kami lalui. Dan teman itu tak lain adalah Bisri Ali Taufik.  


Sungguh saya merindukan masa-masa itu, masa ketika kita dipersatukan dalam sebuah ikatan dakwah. Tidak ada perasaan mengeluh, lelah pasti ada namun terbayar lunas dengan senyum kebahagian saat kita melaluinya. Kalian adalah teman, bahkan saudara terdekat. Sampai sekarang posisi kalian tak tergantikan. Walau sesibuk apapun kita saat ini, saya ingin rangkaian peristiwa itu bisa kalian kenang dan kita lanjutkan kembali suatu saat nanti. Aamiin.

Komentar

Postingan Populer