Berharap dia adalah adik kecil ku

Ini adalah sebuah cerita fiktif, dimana penulis ingin berbagi cerita tentang masalah-masalah yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Berbekal pengalaman dan cerita novel yang pernah dibaca juga melatarbelakangi lahirnya cerita ini. Berbagai tokoh yang ada juga terinspirasi dari orang-orang terdekat. Mulai dari saudara, sahabat dan teman.

            Sejak awal, Umar yang merupakan seorang mahasiswa komunikasi angkatan 2009 tak pernah mengira bahwa ini adalah moment pertama ia mengenal anak tersebut.  Dalam suatu acara di Jakarta dia  mengenal anak itu hanya sebagai teman ngobrol. Duduk disamping kiri dalam urutan bangku yang jauh di belakang membuat suasana terasa sunyi jika tak berbincang-bincang. Obrolan pun tak jauh dari masalah umum yang sudah sering khalayak perbincangkan seperti berita bola. Bahkan Umar pun tak sempat bertanya siapa nama anak itu. Dari awal dia hanya fokus dengan aksi sebuah film yang begitu menegangkan dengan efek audio yang begitu menggelegar dan layar yang lebar. Memang acara tersebut adalah seminar tentang dunia perfilman. Jadi topik yang banyak dibahas selalu seputar film.

            Sampai akhirnya dalam kesempatan berbeda Umar dipertemukan kembali dalam acara pendidikan dan pelatihan sebuah lembaga dakwah fakultas. Hadir sebagai undangan, Umar hanya bisa memantau dan melihat jalannya acara. Kali ini akhirnya ia tahu bahwa anak itu adalah mahasiswa baru yang berasal dari fakultas Farmasi. Nama anak itu adalah  Refa seorang mahasiswa angkatan 2012 dengan sikap yang begitu terbuka dan humoris dia menyapa dan berbicara dengan orang yang ada seperti orang yang sudah kenal lama.

            Kami akhirnya saling bicara satu sama lain, kedekatan mulai terjalin dalam setiap rundown acara pelantikan dan pelatihan itu, dimana saya hanya seorang diri ditinggal teman-teman yang dari awalnya berangkat bersama. Mereka tak lain adalah Assad, Nuril, dan Ilham. Kepulangan mereka karena suatu alasan yang begitu mendesak dan urgent. Umar tak bisa mencegahnya dan membiarkan acara ini terus berjalan sampai habis. Di tempat yang jauh, suasana yang dingin, dia hanya menyimpan perasaan kesal dan tidak betah jika berlama-lama ada disana. Bagaimana dia bisa bertahan dalam lingkungan yang baru, orang-orang baru, dan hadir sebagai mahasiswa yang memiliki background berbeda dari yang lainnya. Jika memisahkan diripun ia tidak tahu harus kemana dan apa yang harus dilakukan. Seperti terjebak di ujung tebing,  maju salah mundur salah. Sulit untuk Umar untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dalam waktu singkat. Namun satu yang bisa membuatnya senang karena disitu ada orang sudah dikenalnya yang tak lain ialah Harya, rekan seperjuangan di kampus dan juga pimpinan Lembaga Dakwah Fakultas Farmasi.

Mungkin kedekatan Umar dengan anak itu hanya sebagai teman saja. Namun waktu yang terus berputar dan seringnya bertemu dengan anak itu di setiap kesempatan membuat keberadaan dia mendapat tempat istimewa. Bagaimana mungkin hanya karena anak itu dia menempatkan posisi yang beda dengan yang lainnya. Itulah yang ada di benak Umar. Umar telah menganggap anak itu sebagai adik laki-lakinya yang begitu dicintai.

            Jika melihat keadaan hal itu, Umar ingin sekali memiliki adik laki-laki di dalam keluarganya. Umar terlahir sebagai anak ke enam dari tujuh bersaudara. Dan saudara yang paling akhir adalah perempuan. Adik perempuannya sudah beranjak dewasa bahkan seumuran dengan Refa. Maka hubungan dengan adik perempuannya ini tidak begitu dekat karena sang adik sudah merasa mandiri dan Umar pun cuma bisa menyarankan hal-hal baik saja.

            Maka ketika ada anak dari kakak yang sudah menikah dan melahirkan anak laki-laki. Umarpun merasa senang jika keponakannya itu laki-laki . Bukan berarti dia membedakan perlakuaannya kepada keponakan yang perempuan. Namun karena ia menginginkan adik laki-laki maka keberadaan keponakan laki-laki merasa spesial di hatinya.

            Jika itu yang melatarbelakangi sikapnya terhadap Refa. Maka bukan sesuatu hal tidak wajar jika Umar amat menyayanginya seperti adik sendiri. Di dalam kehidupan kampus, Umar pun lebih mengayomi adik-adiknya yang baru saja menjadi pengurus organisasi dakwah. Perannya yang sebagai abang atau kakak tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan di organisasi itu sangat diharapkan untuk memberikan saran dalam setiap keputusan. Tak ingin adik-adiknya ini salah jalan atau terpuruk dengan tidak kenyamanan berada di lingkungan organisasi dakwah. Diakhir masa baktinya sebagai mahasiswa S1 dan Badan Pengawas, ia ingin meninggalkan penerus-penerus yang berakhlak dan berwawasan. Bukan hanya pintar dengan teori di kelas namun juga harus pintar dalam praktek bersosialiasi di sebuah organisasi. Itulah harapan Umar terhadap organisasi dakwah demi menjaga eksistensi ajaran islam di lingkungan kampus.

            Umar dan adik kecilnya pernah dipertemukan dalam kesempatan yang sama. Sebuah acara yang terbilang baru untuk Refa. Umar hanya bisa mengamati adik kecilnya itu dari jauh dan hatinya berkata, “Ternyata dia telah tumbuh besar dalam hal wawasan dan kedewasaan”. Ada sikap yang tidak disukai Umar dari Refa seperti sifat kekanak-kanakannya yang terlalu jauh dari batas kewajaran. Bicara yang tak dikontrol dan sikap yang kurang respek terhadap perbedaan pendapat. Namun beriring berjalannya waktu semoga ada orang yang bisa menyadarkannya. Salah satu hal yang selalu ingin dilakukan Umar ketika bertemu dengan Refa ialah memegang atau mengelus kepala sang adik kecilnya. Ia menganggap bahwa dengan memegang kepalanya ia ingin menyampaikan rasa peduli dan sayang terhadap adik kecilnya yang tak bisa diucapkan secara langsung. Bahkan ia sendiri tak ingin rasa sayangnya diketahui oleh adiknya itu. Ia menghindari rasa rindunya dihadapan Refa karena tak ingin membuat keadaan ini terlihat janggal oleh orang-orang. Oleh karena itu, terkadang Umar terlihat dingin saat bertemu satu sama lain.  


            Sepertinya Umar ingin kebersamaan dengan adiknya terus berjalan, namun Refa bukan siapa-siapa selain saudara seiman. Ia tak bisa memaksakan agar Refa menerima Umar sebagai kakaknya, atau memaksakan kehendaknya agar selalu diterima oleh adiknya. Tapi ia berterima kasih karena telah dipertemukan dengan Refa dan bisa menganggap ia sebagai adik. Sesuatu yang selalu Umar inginkan dari dahulu. Setidaknya harapan ia sudah tercapai untuk saat ini. Berharap Umar selalu ada disampingnya saat adik kecilnya membutuhkan bantuan walaupun kehadirannya tidak selalu diinginkan. Itulah indahnya islam bisa menyatukan hubungan walau tak sedarah tapi karena seiman ia adalah saudara.  

Komentar

Postingan Populer